Pendidikan Islam Pluralis-Multikultural
Pengajaran Sekolah Minggu HKBP Yogyakarta |
Pendidikan yang seragam dan
tidak menghargai terhadap pluralitas justru banyak membawa implikasi negatif.
Penyeragaman bukan saja mematikan kreativitas, tetapi lebih jauh juga dapat
melahirkan sikap dan cara pandang yang toleran.
Membangun pendidikan yang
berparadigma pluralis-multikultural merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda
lagi.
Dengan paradigma semacam ini, pendidikan diharapakan akan melahirkan anak
didik yang memiliki cakrawala pandang luas, menghargai perbedaan, penuh
toleransi, dan penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan.
Kata pluralis dan multikultural
tidak bisa dilepaskan dari kecenderungan dunia yang kian mengglobal.
Perbincangan pluralitas dal multikultural lebih banyak berkaitan ddengan aspek
agama, sosial, ataupun politik. Sementara yang membahas dari aspek pendidikan
relatif lebih sedikit. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajar jika
terminology pendidikan pluralis-multikultural relatif belum banyak dikenal
luas oleh publik.
Masyarakat yang harus
mengapresiasi pendidikan multikultural adalah masyarakat yang secara objektif
memiliki anggota yang heterogen dan pluralis. Heterogenitas dalam pluralis
anggotanya bisa dilihat dari eksistensi keragaman suku, ras, aliran (agama),
dan budaya (kultur).
Dalam pendidikan multikultural,
selalu muncul dua kata kunci: pluralitas dan kultural. Pemahaman terhadap
pluralitas mencakup segala perbedaan dan keragaman, apa pun bentuk keragaman
dan perbedaannya. Sedangkan kultur itu sendiri tidak bisa terlepas dari empat
tema penting : aliran (agama), ras (etnis), suku, dan budaya.
"Pendidikan pluralis :
pendididkan yang mengandaikan kita untukmembuka visi pada cakrawala yang lebih
luas serta mampu melintas batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama
kita, sehingga kita mampu melihat “kemanusiaan” sebagai sebuah keluarga yang
memiliki perbedaan maupun kesamaan cita-cita." (Frans Magnis Suseno)
"Pendidikan multikultural :
proses pengembangan seluruh potensi manusiayang menghargai pluralitas dan
heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran
(agama)." (Ainurrafiq Dawam)
Dengan demikian pendidikan
multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya
terhadap harkat dan martabat manusia dari mana pun dia datangnya dan berbudaya
apa pun dia. Harapannya adalah terciptanya kedamaian sejati, keamanan yang
tidak dihantui kecemasan, dan kebahagiaan tanpa rekayasa.
Menjadi realitas yang tidak
bisa dihindari bahwa selain plural secara agama, umat manusia juga majemuk
secara budaya. Dalam sikap budaya, sikap pluralis bersanding dengan sikap
multikultural.
Dalam konteks Pendidikan Islam Pluralis-Multikultural,
diartikan Multikultural adalah sikap
menerima kemajemukan ekspresi budaya manusia dalam memahami pesan utama agama,
terlepas dari rincian anutannya.
Penggunaan istilah
pluralis-multikultural yang dirangkai dengan kata pendidikan Islam dimaksudkan
untuk membangun sebuah paradigm sekaligus konstruksi teoretis dan aplikatif
yang menghargai keragaman agama dan budaya.
Dalam kerangka yang lebih jauh,
konstruksi pendidikan Islam pluralis-multikultural dapat diposisikan sebagai
bagian dari upaya secara komprehensif dan sistematis untuk mencegah dan
menanggulangi konflik etnis agama, radikalisme agama, separatisme, dan integrasi
bangsa. Sedangkan nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi,
yaitu menghargai segala perbedaan sebagai realitas yang harus diposoisisikan
sebagaimana mestinya, bukan dipaksakan untuk masuk ke dalam satu konsepsi
tertentu.
Secara lebih terperinci, ada
beberapa aspek yang dapat dikembangkan dari konsep pendidikan Islam
plurali-multikultural. Pertama,
Pendidikan
Islam pluralis-multikultural adalah pendidikan yang menghargai dan merangkul
segala bentuk keragaman. Dengan demikian, diharapkan akan tumbuh kearifan dalam
melihat segala bentuk keragaman yang ada. Beranjak yang kedua,
Pendidikan
Islam pluralis-multikultural merupakan sebuah usaha sistematis untuk membangun
pengertian, pemahaman, dan kesadaran anak didik terhadap realitas yang
pluralis-multikultural. Hal ini penting dilakukan, karena tanpa adanya usaha
secara sistematis, realita keragaman akan dipahami secara sporadic,
fragmentaris, atau bahkan memunculkan eksklusivitas yang ekstrem.
Selanjutnya dalam urut ketiga,
Pendidikan
Islam pluralis-multikultural tidak memaksa atau menolak anak didik karena
persoalan identitas suku, agama, ras, golongan. Terakhir, keempat,
Pendidikan
Islam pluralis-multikultural memberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembangannya sense of self kepada
setiap anak didik.
Pendidikan Islam
pluralis-multikultural terinspirasi oleh gagasan Islam transformatif, berarti
Islam yang selalu berorientasi pada upaya untuk mewujudkan cita-cita Ialam,
yakni membentuk dan mengubah keadaan masyarakat kepada cita-cita Islam :
membawa rahmat bagi seluruh alam.
Landasan Filosofis pelaksanaan
Pendidikan Islam pluralis-multikultural di Indonesia harus didasarkan kepada
pemahaman adanya fenomena bahwa “Satu
Tuhan, Banyak agama”.
Metode-metode yang dapat
diterapkan dalam Pendidikan pluralis-multikultural ; model komunikatif dengan
menjadikan aspek perbedaan sebagai titik tekan. Ada metode dialog dan dapat
dilakukan dalam bentuk “belajar aktif” yang kemudian dapat dikembangkan dalam
bentuk collaborative learning. Selain
itu ada pula pembelajaran Exposition
teaching yang berpusat pada guru yang masih penting juga dilakukan. Model
ceramah sendiri juga dapat dilakukan dan banyak juga variasi dari pada metode
ini. Model Theacer centered teaching
(demonstrasi).
Komentar
Posting Komentar